Yogyakarta, suarapelajar.com– Pengamat Politik Fakultas Ilmu sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Islam Negeri (UIN) Jakarta, Profesor. Dr. Bahtiar Effendi mengatakan partai-partai politik Islam di Indonesia tidak boleh hanya sebagai pelengkap. Dia berharap partai politik Islam bisa secara tegas meneguhkan identitasnya sebagai wadah aspirasi umat Islam. “Keberadaan parpol islam bukan sbg faktor pelengkap”, kata Bahtiar
Yogyakarta, suarapelajar.com–
Pengamat Politik Fakultas Ilmu sosial dan Ilmu Politik (FISIP)
Universitas Islam Negeri (UIN) Jakarta, Profesor. Dr. Bahtiar Effendi
mengatakan partai-partai politik Islam di Indonesia tidak boleh hanya
sebagai pelengkap. Dia berharap partai politik Islam bisa secara tegas
meneguhkan identitasnya sebagai wadah aspirasi umat Islam.
“Keberadaan parpol islam bukan sbg faktor pelengkap”, kata
Bahtiar saat konferensi pers membahas peran politik umat Islam pada
acara Kongres Umat Islama Indonesia (KUII) VI di Yogyakarta, Senin
(9/2).
Indonesia merupakan negara yang memiliki jumlah penduduk
muslim terbesar di dunia. Tapi secara politik tidak memberikan dampak
yang cukup signifikan terhadap perolehan suara partai-partai politik
Islam.
Kondisi seperti itu, kata Bahtiar, terjadi karena partai
Islam tidak cukup mempunyai keberanian untuk menunjukan identitasya
dalam memberikan gagasan politiknya untuk memimpin bangsa.
“Pada periode pemilu kemaren tahun 2009 dan 2014 sebenarnya
partai-partai Islam jika digabungkan memenuhi syarat untuk mengusung
sendiri calon presiden . Kenapa tidak berani mencalonkan presiden dari
kalangan mereka sendiri?,” ujarnya.
Bahtiar juga mempertanyakan komitmen partai-partai Islam
dalam menyerap aspirasi masyarakat yang sekitar 87 % adalah muslim. Hal
itu berbeda jauh dengan realitas politik yang telah dilakukan
pendahulunya.
“Kondisi ini sangat berbeda jauh dengan partai Islam
sekitar di era tahun 30-an, 50-an. Saat itu ada partai Masyumi, partai
Nahdlatul Ulama, Syarikat Islam dan lainnya yang semuanya memiliki
aspirasi nyata,” paparnya.
Sementara itu, Cecep Sopandi, selaku Koordinator Bidang
Hubungan Antar Lembaga Pengurus Besar Pelajar Islam Indonesia (PB PII)
mengatakan, posisi partai politik Islam di Indonesia cenderung
menerapkan standar ganda akibat dilema eksistensi dalam berhadapan
dengan pragmatisme politik dan terjebak di dalamnya.
“Ada semacam kegalauan yang melanda partai politik Islam di
Indonesia. Satu sisi ia mempunyai ekspektasi dalam mengidealisasi Islam
sebagai dasar negara, di sisi lain ia dihadapkan oleh pragmatisme
politik,” ungkap Cecep.
Akibat kegalauan itu, tambah Cecep, partai-partai Islam
dipermainkan penguasa oligarki kapitalis yang melemahkan posisinya
dalam pentas politik nasional.
Dia berharap pada monentum Kongres Umat Islam Indonesia
(KUII) ke VI, diharapkan partai politik Islam untuk berani menyuarakan
gagasan politiknya dan lebih banyak menyerap aspirasi umat Islam.
Reporter : Sofian